Rabu, 20 Mei 2009

Sekolah Informal Pelatihan Okulasi Karet

Lembaga ABIPG senantiasa menjadi sebuah lembaga yang memberikan pendidikan kepada masyarakat kurang mampu khususnya kepada masyarakat lokal dalam meningkatkan kemampuan mereka di bidang perkebunan khususnya karet.
Pendidikan tersebut merupakan pendidikan informal yang selalu terbuka untuk umum dalam menimba pengetahuan yang nanti akan berguna bagi dirinya sendiri. Sekolah informal ini didirikan tanpa bantuan dari siapapun. Dimulai dari sebidang tanah yang ditanami beberapa pohon karet kualitas terbaik yang sengaja diarahkan untuk pendidikan okulasi karet kedepan. Hal itu ternyata membuahkan hasil dimana dari sebidang tanah tersebut karet kualitas PB 260 tersebut dapat mulai dinikmati keberadaannya.
Dari karet yang telah tumbuh tersebut, batang rantingnya dijadikan bibit okulasi atau sebagai bibit tempel yang ditempelkan pada batang karet alam dari proses pembenihan lokal. Dari hasil okulasi itulah ABIPG optimis bahwa karet tersebut juga dapat menghasilkan pendapatan bagi perkembangan sekolah informal tersebut kedepan. Kini dari hasil penjualan bibit entris tersebut sekolah informal dapat mengembangkan sedikit demi sedikit luasan tanah yang dijadikan selanjutnya berkembang menjadi sekolah informal perkebunan karet tersebut.
Memang tidaklah seperti sekolah-sekolah lainnya, dalam sekolah bernama Obekng Pengodi milik ABIPG tersebut tidak mementingkan formalitas seperti pakaian seragam dan sebagainya, yang penting adalah bagaimana siswa dapat menerima pelajaran tekhnik okulasi tersebut dengan benar dan tepat serta sempurna. Bagian inilah yang diutamakan dalam pendidikan tersebut karena memang bagian inilah yang menjadi out put pendidikan okulasi non formal tersebut.
Kami ABIPG saat ini telah banyak meluluskan para siswa dari sekolah pertanian yang praktek ditempat kami di sekolah informal ini. Sekolah ini sangat terbuka untuk umum. Kami memiliki dua buah asrama sederhana yang dibuat dari bahan seadanya yakni asrama putra dan putri. Sudah ada tiga angkatan yang belajar okulasi ditempat kami yang kesemuanya berasal dari sekolah pertanian SPP Karya Sekadau. Ada juga beberapa orang angkatan dari masyarakat umum yang langsung belajar ditempat ini.
Masa pendidikan hanya 3 bulan setelah itu mereka dinyatakan tamat setelah melihat hasil kerja mereka dilapangan sejauhmana kemampuan siswa dalam mempraktekkan tekhnik okulasi karet tersebut. Hal ini sebagai salah satu tekhnik pengcounteran sistem ekonomi kapitalis yang selama ini telah masuk dan melanda hampir sebagian besar wilayah Kalimantan Barat dengan perkebunan kelapa sawit sekala besar dengan sistem pembagian yang sangat tidak adil apalagi disertai dengan perampasan hak atas tanah oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
Dari latar belakang itulah kami ABIPG membuat sekolah informal bagi masyarakat umum yang kawasan tanahnya masih luas untuk dijadikan lahan perkebunan karet milik dirinya sendiri tanpa harus bergabung dengan para pengusaha kapitalis yang telah nyata mengambil tanah, merusak hutan dan lingkungan serta merusak budaya dan kearifan budaya lokal.
Penindasan tersebut harus dilawan dengan cara seperti yang kami lakukan dengan memberikan pendidikan tekhnik okulasi karet kepada siapa saja masyarakat lokal yang ingin mempertahankan tanahnya dengan kebun karet milik sendiri. Dengan demikian maka masyarakat akan mampu mengelola sumberdaya yang ada disekitar mereka untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam meningkatkan tarap pendapatan ekonominya. Dengan demikian maka angka kemiskian di wilayah ini akan dapat ditekan.
ABIPG kini telah memberikan yang terbaik bagi masyarakat lokal yang kebanyakan tinggal di pedalaman. Dengan sekolah tekhnik okulasi tersebut diharapkan mereka mampu mandiri baik finansial maupun mempertahankan eksistensi budaya serta diri mereka sendiri khususnya mempertahankan wilayah yang mereka diami saat ini untuk kelangsungan anak cucunya.
ABIPG saat ini menjalankan pendidikan tersebut dengan apa adanya. Masih banyak fasilitas pendidikan yang kurang baik sarana maupun prasarana sehingga proses belajar masih berlangsung secara alami pula tanpa dilengkapi dengan perpustakaan, fasilitas penunjang seperti komputer, listrik, peralatan belajar seperti meja dan kursi, gedung sekolah dan asrama yang memadai. Kami menyadari kemampuan kami yang sangat terbatas dalam pembiayaan tersebut. Selama ini hasil dari okulasi tersebut hanya diguanakan untuk keperluan makan sehari-hari para siswa terutama untuk ketersediaan lauk pauknya.
Begitulah kondisi sekolah informal ini kami dirikan atas dasar rasa kemanusiaan dan kepedulian terhadap masyarakat, lingkungan, alam dan masa depan mereka. Dengan kondisi seadanya ini pun kami tetap menjalankannya hingga kini.

http://abipg.blogspot.com/2007/11/sekolah-informal-pelatihan-okulasi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar