Rabu, 20 Mei 2009

31.444 Siswa SLTA di Jateng Tidak Lulus UN

JAKARTA - Sebanyak 31.444 siswa SLTA di Jawa Tengah dinyatakan tidak lulus ujian nasional (UN). Mereka terdiri atas 12.270 siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), 15.438 siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan 3.736 siswa Madrasah Aliyah (MA).

Menurut Kepala Bidang Prestasi Akademik Puspendik Litbang Depdiknas Teuku Ramli Zakaria, jumlah peserta UN siswa secara nasional untuk SMA dan SMK 1.916.937 orang. Adapun yang tidak lulus 9%. Di sisi lain, tidak ada ujian ulangan bagi siswa yang tidak lulus.

''Siswa yang tidak lulus bisa mengkuti ujian lagi di tahun depan. Mereka akan diserahkan ke sekolah masing-masing. Apakah nantinya mereka akan ditampung di sekolah, atau hanya di hari-hari tertentu, itu tergantung pada sekolah masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat belajar lebih baik lagi,'' katanya menjawab pertanyaan Suara Merdeka, semalam.

Dia menjelaskan, persentase ketidaklulusan merata di sejumlah daerah di seluruh Indonesia. Demikian pula dengan lokasi yang terkena bencana, di mana tidak ada perbedaan jumlah yang signifikan dengan daerah lain. Sebab, mereka sudah selesai melaksanakan ujian ketika bencana itu datang.

Secara terpisah Ketua Komisi X DPR (bidang pendidikan) Zuber Syafawi meminta agar pemerintah membuat kebijakan khusus terhadap siswa di daerah-daerah yang terkena bencana. Kebijakan tersebut perlu diambil, mengingat ujian tersebut dilaksanakan berdekatan dengan terjadinya bencana.

''Akan lebih elegan jika pemerintah membuat kebijakan khusus, seperti ujian ulangan. Apalagi jika ketidaklulusan itu sangat dipengaruhi adanya bencana. Sekalipun tidak menurunkan standar ujian, hal itu akan sangat menolong siswa yang tidak lulus,'' ujarnya semalam.

Mengenai teknis pelaksanaan ujian ulangan, anggota Fraksi PKS itu menyerahkannya kepada pemerintah. ''Kalau tahun lalu kan pelaksanaannya bulan Oktober. Jadi masih ada waktu sekitar empat bulan bagi siswa untuk mempersiapkan diri,'' tandasnya.

Hal senada juga dikatakan Wakil Ketua Komisi X dari Fraksi PAN Hakam Naja. Dia berpendapat, kondisi di daerah bencana yang tidak normal, sangat berpengaruh terhadap prestasi siswa.

Adapun Wakil Ketua Komisi X Heri Akhmadi (FPDI-P) mengaku, sejak awal dirinya menolak pelaksanaan UN sebagai penentu kelulusan peserta didik. ''Sejak awal saya sudah menentang pelaksanaan UN. Jadi agak sulit bagi saya untuk menjawabnya,'' ucapnya.

Namun, Hakam Naja berpendapat, jika UN ternyata dapat meningkatkan kelulusan yang lebih bagus bagi siswa maka UN masih perlu dilakukan pada tahun depan. Dengan syarat UN bisa meningkatkan motivasi belajar, peningkatan prestasi pelajar, dan meningkatkan standar kualitas pendidikan.

UN Ulangan

Kalangan Dewan Perawakilan Rakyat (DPR) RI sementara ini belum akan meminta pemerintah untuk memberlakukan UN ulangan, mengingat belum diketahui angka kelulusan. Desakan UN ulangan baru terlontarkan setelah melihat angka ketidaklulusan mencapai 10% dari jumlah siswa yang mengikuti ujian se-Indonesia.

Demikian dikemukakan Ketua Komisi X DPR RI Zuber Syafawi kepada wartawan, seusai menjadi pembicara dalam sarasehan Rakyat Bicara, PKS Mendengar yang digelar oleh DPD PK Sejahtera Kota Salatiga, Minggu (18/6), di Hotel Beringin.

Menurut Zuber, bila angka kelulusan di bawah persentase tersebut kalangan DPR menganggap masih wajar. ''Semoga jangan sampai lebih dari 10%. Saat ini kami sedang menunggu jumlah angka kelulusan dari Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP),'' jelas dia.

Lebih lanjut Zuber mengatakan, kalangan DPR RI tetap meminta pemerintah memperhatikan siswa yang tidak lulus, baik berupa kelonggaran sejumlah kebijakan maupun hal-hal teknis yang bisa membantu siswa yang tidak lulus.

Mengenai UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas sebelum penganggaran APBN, DPR akan meminta pemerintah mengkaji konsep UN. Baik secara yuridis, pedagogis, hingga aspek riil pelaksanaan UN itu.

''UN itu seperti bentuk intervensi pemerintah kepada guru. Padahal sesuai dengan UU tersebut, yang berhak mengevaluasi murid adalah guru, bukan pemerintah. Dengan adanya UN, sepertinya pemerintah mengintervensi guru,'' tegas ketua komisi yang membidangi pendidikan, pariwisata, pemuda, dan olahraga serta perpustakaan itu.

Pada pelaksanaan UN tahun ini pemerintah telah menganggarkan Rp 258 miliar dari Rp 36 triliun anggaran untuk pendidikan.

Dalam sarasehan tersebut, peserta selalu mempertanyakan masalah pendidikan, dari kesejahteran guru, nasib guru wiyata bakti sampai masalah sosialisasi UU Guru dan Dosen yang dianggap masih minim.

Kabupaten Kendal

Sementara itu Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Kendal Drs H Mohammad Bisri MAg mendesak Menteri Pendidikan Nasional Prof Dr H Bambang Sudibyo, jika hasil UN SMP dan MTs, SMA, MA, dan SMK ternyata hasilnya kurang dari 95%, perlu diselenggarakan UN ulangan. Desakan itu dilakukan setelah Pengurus Dewan Pendidikan Kabupaten Kendal menyelenggarakan rapat dengan beberapa kepala sekolah/madrasah, belum lama ini.

Menurut dia, jika UN ulangan tidak dilakukan maka akan menyulitkan dan menelantarkan siswa pada masa yang akan datang. Jika siswa mengulang pada Tahun Pelajaran 2006/2007, mereka akan mengalami kesulitan karena kurikulumnya berganti dengan Kurikulum 2006. Selama ini siswa memakai Kurikulum 2004. Di samping itu, ada perlakuan diskriminasi terhadap siswa yang mengikuti Program Kejar Paket B atau C. Siswa program regular diperlakukan dengan persyaratan yang ketat, sedangkan siswa Kejar Paket B atau C dengan persyaratan kelulusan yang longgar dan mendapatkan ijazah yang nilainya sama dengan ijazah program SMP atau SMA reguler.

Dari hasil evaluasi pelaksanaan UN di Kabupaten Kendal, Dewan Pendidikan Kabupaten mengusulkan kepada Mendiknas, UN tetap perlu dilaksanakan untuk mengukur standar nilai siswa secara nasional, tetapi bukan untuk menentukan kelulusan siswa. "Hasil UN diperuntukkan sebagai salah satu komponen penilaian akreditasi sekolah/madrasah," tandasnya.

Jika Mendiknas tetap akan melaksanakan UN sebagaimana diatur tahun ini maka instrumen pendidikan lainnya seperti sarana prasana sekolah/madrasah, peningkatan SDM, kesejahteraan para gurunya juga harus dilengkapi. Kalau itu sudah terpenuhi, pantas akan menyejajarkan kualitas pendidikan Indonesia dengan negara tetangga Malaysia, Singapura, dan negara lainnya. Singkat kata, para anggota BSNP seharusnya melihat di lapangan tentang pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.

Dewan Pendidikan Kabupaten Kendal juga mengusulkan kepada Mendiknas agar dana BOS yang selama ini diberikan kepada siswa SD dan MI, SMP, dan MTs juga diberikan kepada siswa SLTA. Setelah dikaji di lapangan, khususnya di Kabupaten Kendal, ternyata anak yang lulus SLTP Tahun Pelajaran 2004/2005 sekitar 13.000. Dari jumlah itu, yang melanjutkan ke SLTA hanya 7.000. Artinya, ada 6.000 siswa yang tidak melanjutkan pendidikan ke SLTA atau berhenti sekolah.

Siswa yang tidak melanjutkan sekolah sebagian karena faktor ekonomi. "Faktor seperti ini saya kira terjadi juga di daerah-daerah lain. Oleh karena itu, kami mengusulkan agar BOS dilanjutkan dan diberikan juga kepada siswa SLTA. Karena itu, ke depan, pemerintah harus memperbanyak sekolah-sekolah kejuruan yang mempersiapkan tenaga kerja siap pakai. (H28,dky-41n,49v)


http://www.suaramerdeka.com/harian/0606/19/nas02.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar