Ditulis oleh Irwandi | |
Thursday, 08 January 2009 | |
Undang-Undang Republik Indonesia No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen secara tegas menyatakan bahwa kualifikasi akademik minimum dosen adalah lulusan program magister dan lulusan program doktor untuk program pascarjana. Dalam Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional, upaya ini adalah masuk dalam pilar peningkatan Mutu dan Daya Saing Pendidikan. Dari kondisi kualifikasi akademik dosen-dosen saat ini, sebagian besar dosen masih memerlukan peningkatan kualifikasi akademik untuk mencapai standar minimal. Peranan pascasarjana Indonesia sangat penting dalam konteks melaksanakan amanah UU. No. 14 tahun 2005 ini. Sementara itu kapasitas pascasarjana untuk mengakselerasi pelaksanaan UU ini tidak seperti yang diharapkan. Kemampuan pascarjana meluluskan dosen-dosen yang harus ditingkatkan kualifikasi akademiknya hanya 9000 orang pertahun, jauh dari ekspektasi/ideal yang diharapkan yaitu 15000 orang per tahun. Perguruan tinggi punya tanggungjawab besar bagaimana mengembangkan kapasitas program pascasarjanya agar mampu menjadi katalisator untuk menjawab amanah UU Guru dan Dosen ini yang juga tentunya didasarkan atas prinsip kualitas.
Dirjen Dikti, dr. Fasli Jalal, Ph.D, berkali-kali menyampaikan bagaimana das sein dan das solen dalam konteks melaksanakan amanah UU Guru dan Dosen ini. Dalam peletakan batu pertama pembangunan Gedung Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta (08/09), dalam sambutannya bapak Dirjen kembali mengingatkan peranan pascarjana itu. Peranan ini dimiliki oleh semua perguruan tinggi, baik PTN, maupun PTS, baik perguruan tinggi Muhammadiyah, maupun Perguruan Tinggi NU dan sebagainya.
Terkait dengan acara peletakan batu pertama ini, Dirjen mengingatkan bahwa sebetulnya bangunan memang penting, tapi belumlah cukup. Hal terpenting lainnya menurut Dirjen adalah pembangunan sumberdaya manusia kampus. Harus ada kebijakan strategis dari pihak rektorat dan segenap pemangku kepentingannya dalam konteks peningkatan mutu SDM tenaga Pendidik dan kependikannya. Berapa orang Dosen harus dikirim ke luar negeri, pada program studi apa, dan kemana harus disekolahkan.
Sebagai Universitas tertua di lingkungan perguruan tinggi Muhammadiyah, Dirjen berharap UMJ lebih sigap mengambil peluang-peluang beasiswa yang ada, terutama dari skim-skim yang diadakan dikti.Tentunya melalui suatu kompetisi yang sangat ketat dengan seluruh perguruan tinggi yang ada. Beberapa perguruan tinggi Muhamadiyah seperti UMS, mampu memanfaatkan peluang dan banyak dari dosen mereka berhasil mendapat beasiswa untuk studi di luar negeri.
Dalam acara peletakan batu pertama yang juga dihadiri oleh Mantan Menteri Pendidikan Nasional, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. H. Malik Fadjar, MS.c, Dirjen juga menuturkan bahwa pembangunan suasana akademis, active learning, soft skill termasuk dalam lingkungan pascasarjana adalah juga pembangunan yang tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan pembangunan gedung. Kampus harus memikirkan bagaimana seluruh sudut-sudut kampusnya ada hotspot-hotspot yang menghidupkan suasana active learning.
Dalam konteks ini, Dirjen juga meminta memanfaatkan program detasering untuk memperkuat kelembagaan suatu perguruan tinggi, termasuk perguruan tinggi Muhammadiyah. Jangan segan-segan untuk saling belajar, kata Dirjen. Begitu juga Muhammadiyah melakukan program detasering terhadap sesama dan juga terhadap perguruan tinggi yang lain. http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=248&Itemid=54 |
Rabu, 13 Mei 2009
Peranan Sekolah Pascasarjana
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar