Oleh: Asep Purnama Bahtiar
ANCANGAN dan rencana strategis gerakan pramuka yang substantif, kontekstual, dan responsif disadari merupakan keniscayaan yang tidak bisa diabaikan. Kemestian ini berdasar pada pertimbangan dan pemikiran yang akan memungkinkan terlaksananya motto gerakan (Satyaku kudarmakan, darmaku kubaktikan) dalam realitas kehidupan, baik dalam skala lokal, nasional, maupun global. Dalam hal ini, seluruh jajaran dan anggota gerakan pramuka, mulai dari kwarnas sampai kwarran dan mulai pandega sampai siaga berikut para pembinanya, dituntut untuk bisa menyikapinya secara bijak dan visioner.
Pertimbangan dan pemikiran yang dimaksud tadi di antaranya terkait dengan beberapa kenyataan yang menjadi tantangan dan masalah bersama. Pertama, dunia pendidikan di negeri kita diakui masih belum mampu berperan optimal untuk mengembangkan potensi kecerdasan dan keberbakatan warga didiknya yang beragam, sehingga upaya untuk membentuk kepribadian dan integritasnya tidak bisa terwujud dengan baik. Kedua, kondisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dirasakan masih jauh dari nilai-nilai agama, keberadaban, dan kemanusiaan.
Ketiga, realitas masyarakat Indonesia yang serbamajemuk dan plural berada di bawah bayang-bayang konflik, bahkan potensi disintegrasi. Keempat, arus dan kekuatan globalisasi -dengan keadaan tata dunia yang timpang dan tidak adil- yang menerpa negara-bangsa kita, semakin menambah beban krisis yang meluas ke mana-mana.
Akhirnya krisis identitas dan kehilangan jati diri semakin terlihat, khususnya dalam gaya hidup generasi muda yang hedonis, materialistis, konsumtif, dan permisif.
Di tengah-tengah situasi dan kondisi kehidupan yang belum wajar dan masih dekaden itu, kemauan baik dan kegigihan semua komponen bangsa ini untuk melakukan penataan ulang dan pembenahan yang sistemik akan menjadi modal sosiokultural yang utama. Sebab, pada dasarnya rekonstruksi mentalitas bangsa dan transformasi sosial yang signifikan akan lebih ajek dan committed bila muncul dari kesadaran dan keinsafan diri sebagai bangsa yang beradab dan berdaulat. Dalam konteks persoalan inilah gerakan pramuka bisa menegaskan peran dan ikut andil bagian secara partisipatoris dan emansipatoris.
Cita Ideal dan Kenyataan
Peran dan peluang yang bisa dilakukan oleh gerakan pramuka, pada hemat saya, sangat strategis karena subjek dan mitra gerakannya adalah generasi muda atau kaum muda Indonesia yang terdiri atas anak-anak, remaja, dan pemuda. Sementara secara sosiologis, kaum muda akan menjadi mata rantai dan faktor signifikan bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Baik-buruk atau maju-mundurnya kehidupan bangsa banyak ditentukan oleh kualitas dan sikap mental dari kaum muda.
Dengan kata lain, kualitas dan kepribadian kaum muda yang prima menjadi cermin bagi masa depan negara-bangsa ini yang lebih cerah dan menjanjikan.
Dengan demikian, keberadaan gerakan pramuka merupakan bagian dari wadah pendidikan, tepatnya pendidikan nonformal bagi kaum muda yang menyenangkan, menggembirakan, serta menyehatkan fisik dan mental. Prinsip pendidikan yang menghibur dan mendewasakan ini banyak diterapkan dalam berbagai program kegiatan dan aktivitasnya. Hal ini bukan saja terkait dengan ide dasar dan sejarah berdirinya pramuka di Tanah Air -sebagai bagian dari pembentukan karakter serta perjuangan kemerdekaan, nasionalisme, dan patriotisme- melainkan juga telah menjadi semacam konsensus internasional dari gerakan pandu sedunia. Dalam latar belakang dan sejarah seperti ini, gagasan besar, kreativitas, dan cita-cita Bapak Pandu Lord Robert Baden Powell sampai kapan pun tidak bisa dihilangkan.
Tujuan dan fungsi gerakan pramuka yang sudah jelas berada dalam bingkai pendidikan dan pembinaan kaum muda Indonesia tercantum dalam anggaran dasar gerakan pramuka Pasal 6.
Gerakan pramuka berfungsi sebagai lembaga pendidikan di luar sekolah dan di luar keluarga serta sebagai wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda, menerapkan prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan serta sistem among, yang pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan, kepentingan, dan perkembangan bangsa serta masyarakat Indonesia.
Sebagai wadah pendidikan dan pembinaan kaum muda secara nonformal, keberadaan gerakan pramuka sejatinya menjadi pelengkap dan pendukung atau alternatif penunjang sistem pendidikan nasional.
Keterbatasan waktu dan kelemahan kurikulum di sekolah atau perguruan tinggi -sebagai institusi pendidikan formal- sehingga tidak bisa optimal dalam mengekplorasi dan mengaktualisasikan potensi dan minat warga didik, sebetulnya bisa dilengkapi lewat gerakan pramuka ini. Bahkan karena sifat keanggotaannya itu sukarela dan terbuka, magnitude gerakan pramuka pada dasarnya bisa mencakup anak-anak, remaja, atau pemuda yang putus sekolah atau tidak mampu sekolah.
Sayang, peluang terbuka seperti itu menjadi seakan-akan tertutup akibat kebijakan penempatan gerakan pramuka yang berbasis di sekolah atau perguruan tinggi.
Akibatnya, gerakan pramuka yang semestinya merupakan pendidikan nonformal dan inklusif di luar sekolah atau perguruan tinggi kemudian menjadi kegiatan ekstrakurikuler dan terkooptasi oleh organisasi siswa intrasekolah (OSIS) atau menjadi unit kegiatan mahasiswa (UKM) di kampus perguruan tinggi.
Di samping itu, kepengurusan gerakan pramuka ini kerap mengadopsi jalur dan struktur birokrasi kedinasan, sehingga mekanisme dan sistem organisasinya menjadi kaku, kurang terbuka, dan tidak lincah.
Cita ideal gerakan pramuka -dengan sifat keanggotannya yang terbuka, sukarela, dan inklusif- untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun karakter kaum muda Indonesia, terlihat masih sering mengalami hambatan, terutama secara internal. Karena itu, sebagai bagian dari ancangan strategis ke depan dan untuk menunjukkan komitmen pada ide dasar berdirinya gerakan pramuka, seluruh anggota, pembina, dan pengurus kepanduan ini harus memberikan jaminan dan dedikasi yang kritis.
Sikap ini bukan semata untuk eksisnya gerakan pramuka, melainkan lebih dari itu adalah bagi kepentingan kaum muda dalam mengembangkan potensi dan melakukan transformasi jati dirinya agar lebih bermakna bagi pembangunan bangsa yang berkeadaban dan pembinaan masyarakat madani.
Membangun Keberadaban
Berdasarkan gambaran cita ideal dan kenyataan yang terjadi serta keharusan untuk merumuskan ancangan strategis gerakan pramuka tadi, nilai lebih yang bisa dikembangkan harus senantiasa mempertimbangkan relasi dan interaksi antara wawasan historis, tuntutan zaman, dan orientasi ke depan.
Kesinambungan sejarah serta kelanjutan tugas dan tujuan gerakan kepanduan tersebut kemudian melahirkan misi Kepramukaan yang didasarkan pada Konstitusi World Organization of the Scout Movement (WOSM).
Misi kepramukaan adalah turut menyumbang pada pendidikan kaum muda melalui sebuah sistem nilai yang didasarkan pada satya dan darma pramuka guna membantu membangun dunia yang lebih baik. Orang-orangnya adalah pribadi yang dirinya telah berkembang sepenuhnya dan memainkan peran konstruktif di dalam masyarakat.
Basis
Diktum tersebut sekali lagi menegaskan hakikat gerakan pramuka bagi berlangsungnya edukasi dan internalisasi nilai bagi kaum muda agar menjadi figur-figur yang bermutu dan memiliki integritas kepribadian yang dapat diandalkan. Bisa dikatakan, sistem pembinaan dan metode pendidikan dalam gerakan pramuka ini menjadi wahana kondusif dan media konstruktif untuk mengembangkan kapasitas diri atau process of becoming a person.
Andaikata belum bisa mewujudkan praksis pendidikan yang integral, lewat sistem dan metodenya gerakan pramuka telah menempatkan dirinya sebagai pelengkap dan penambah.
Berkaitan dengan hal tadi, terlihat bahwa sistem dan metode pendidikan out doors gerakan pramuka itu sejalan dengan empat pilar pendidikan yang telah dirumuskan oleh UNESCO. Keempat pilar pendidikan tersebut adalah learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to do (belajar untuk berbuat), learning to be (belajar untuk menjadi), dan learning to live together (belajar untuk hidup bersama).
Pengetahuan dan wawasan, kecakapan kerja dan keterampilan hidup, kepribadian dan jati diri, serta egalitarianisme dan toleransi menjadi kekayaan batin dan sikap mental yang sehat bagi kaum muda yang aktif di gerakan pramuka.
Keempat pilar pendidikan tersebut kemudian akan menjadi basis nilai bagi transformasi kesadaran selaku individu dan sebagai bagian dari keluarga pramuka dan masyarakat-bangsa untuk men-"jadi" dan meng-"ada". Dari sinilah nilai-nilai keberadaban (civility) dan kemuliaan akan diserap dan diejawantahkan, baik dalam kehidupan berpramuka maupun dalam berbagai aspek kehidupan lainnya yang riil -bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Nilai-nilai keberadaban tersebut adalah kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, kebersamaan, kejujuran, religiositas, toleransi, partisipasi, dan nilai-nilai lainnya yang demokratis dan civilized.
Nilai-nilai keberadaban tadi selanjutnya bisa disemai dan disebarkan ke tengah-tengah kehidupan publik. Dalam hal ini pramuka mulai siaga sampai pandega menjadi agen-agen perubahan sosial untuk melakukakan pembenahan dan penataan ulang kehidupan masyarakat agar menjadi lebih baik dan beradab. Bagi generasi muda yang tengah dekaden, anggota pramuka yang committed dan konsekuen bisa menjadi figur dan teladan yang determinan dalam berkarya, berprestasi, dan mengabdi untuk kepentingan bersama. Harapan ini sangat mungkin, karena kode etik gerakan pramuka tidak lepas dari dimensi personal, sosial, dan spiritual.
Daya hidup kaum muda dan identitas bangsa yang berbasis pada nilai-nilai keberadaban tadi akan menjadi garansi dan simpul pengikat untuk memelihara tertib kemajemukan dan potensi kebinekaan masyarakat Indonesia agar tetap eksis dan bisa keluar dari krisis multidimensi.
Eksistensi negara-bangsa dengan kaum mudanya yang sadar dengan jati diri dan potensinya untuk diaktualisasikan akan menajdi elan vital dan visi kehidupan yang adekuat di tengah arus globalisasi. Lebih lanjut watak dan persaudaraan universal gerakan pramuka dengan gerakan-gerakan kepanduan lain dari berbagai negara akan bisa menampilkan nilai-nilai keberadaban tersebut bagi perdamaian dunia dan kesejagatan umat manusia.(18c)
-Asep Purnama Bahtiar, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; Redpel Majalah Pendidikan Gerbang
http://www.suaramerdeka.com/harian/0311/20/kha2.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar