Rabu, 13 Mei 2009

ak Sekolahkan Anak, Orangtua Bisa Dihukum

Rabu, 19 Maret 2008 | 05:14 WIB
SENAYAN, RABU - Orangtua yang kedapatan tidak menyekolahkan anak hingga lulus sekolah menengah pertama (SMP) akan dikenai sanksi. Hal itu diberlakukan demi menyukseskan program pemerintah wajib belajar pendidikan sembilan tahun. Tahun ini pemerintah menargetkan 95 persen anak sudah mengikuti pendidikan hingga lulus SMP dan tahun 2015 semua anak Indonesia sudah menuntaskan wajib belajar sembilan tahun.
"Kalau tidak menyekolahkan anak, orangtua dihukum. Sanksinya terserah," kata Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo seusai acara Deklarasi Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan 9 Tahun, di Depdiknas, Selasa (18/3).
Mendiknas meminta wali kota dan bupati untuk membuat peraturan tentang orangtua wajib menyekolahkan anak hingga lulus SMP. Misalnya, orangtua miskin yang menyekolahkan anaknya akan mendapat insentif atau penghargaan dari pemerintah daerah. "Kalau perlu door to door, mencari lulusan SD yang tidak sekolah. Kalau tidak punya duit, dibantu dong. Bupati dan wali kota membantu," ucapnya.
Dia bilang, saat ini pemerintah sudah memberi bantuan operasional sekolah (BOS) ke setiap siswa SD-SMP, juga program buku sekolah murah. Namun, BOS dan buku murah tersebut belum memenuhi seluruh biaya pendidikan, sehingga pemerintah daerah harus berpartisipasi. Wajib belajar pendidikan 9 tahun bukan melulu mengikuti pendidikan formal SD/madrasah-SMP/tsanawiyah, melainkan juga dengan mengikuti pendidikan nonformal Paket B (setara SMP).
Berdasarkan data wajib belajar pendidikan 9 tahun, Kabupaten Bogor sebagai wilayah yang angka putus sekolah atau siswa yang tidak melanjutkan ke SMP paling banyak, yaitu 45.319 orang.
Menurut Kepala Bidang Program Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Dicky Jatnika Ustama, anak-anak yang berusia 13-15 tahun itu tidak melanjutkan sekolah karena berbagai kendala. Kendala itu antara lain, masalah geografis, faktor budaya, dan daya dukung ruang kelas.
"Masalah geografis, untuk menjangkau sekolah sulit karena jauh dari sekolah, tidak ada transportasi. Daripada sekolah lebih baik bekerja di rumah," katanya.
Daya dukung ruang kelas juga belum memadai. Saat ini, Kabupaten Bogor kekurangan 57 gedung sekolah, sedangkan setiap tahun pemerintah hanya bisa membangun 5 sekolah. "Untuk mencukupi ruang belajar ini perlu partisipasi masyarakat, stakeholder pendidikan yang ikut mempercepat APK (angka partisipasi kasar-Red)," ucapnya.
Menurut Dicky Jatnika Ustama, bila pemerintah pusat dan pemerintah daerah menetapkan peraturan orangtua akan kena sanksi bila tidak menyekolahkan anak, harus dipikirkan matang-matang. Pasalnya, saat ini Bogor masih kekurangan sekolah, sedangkan pemerintah mengharuskan anak sekolah hingga lulus SMP. "Harus ada komitmen bersama, bukan cuma pemerintah, tapi juga masyarakat," katanya.
Pendapat senada dikemukakan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Serang, Yahya Saleh. Menurut dia, perlu komitmen kuat antara pemerintah dan masyarakat dalam menuntaskan wajib belajar pendidikan 9 tahun. Namun, bila pemerintah mengenakan sanksi kepada orangtua yang tidak menyekolahkan anak, agak berat peraturan itu diterapkan.
"Orangtua punya alasan tidak menyekolahkan anak, masalah klasik, ekonomi. Tapi, ada juga anak yang orangtuanya meninggal sehingga dititipkan ke neneknya, anak jadi harus bekerja, jualan di pasar," katanya. (Warta Kota/tan)

http://www.kompas.com/read/xml/2008/03/19/05145958

Tidak ada komentar:

Posting Komentar