Oleh: MS Mustofa
SESUAI dengan undang-undang, anggaran pendidikan akan dinaikkan menjadi 20% dari APBN. Terkait dengan rencana peningkatan anggaran pendidikan, hal yang perlu dibahas adalah pencapaian program pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan.
Tulisan ini merupakan sumbangan pemikiran dengan melihat salah satu sudut permasalahan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan. Pokok persoalan yang hendak dikaji adalah mengupayakan agar kejar paket mendukung pelaksanaan program pendidikan wajib belajar (wajar) 9 tahun, yang selama ini masih menghadapi berbagai kendala.
Kejar paket dan wajib belajar 9 tahun merupakan dua unsur yang dapat saling mendukung untuk pencapaian program pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan.
Bagaimana kaitan kejar paket dan wajib belajar 9 tahun? Untuk menjawab hal itu, lebih dulu dikemukakan pengertian istilah kejar paket. Di tengah masyarakat, dikenal istilah kejar paket A, B, dan C. Kejar merupakan kependekan dari istilah ''kelompok belajar''. Paket A, Paket B, dan Paket C terkait dengan tingkatan kelompok belajar. Kejar Paket A merupakan program kelompok belajar setara SD, Kejar Paket B setara dengan SMP/MTs, dan Kejar Paket C setara dengan SMA/MA.
Kejar paket dilaksanakan dalam berbagai institusi, di antaranya adalah dalam institusi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional 2004, kelompok belajar termasuk dalam kategori pendidikan nonformal.
Kejar paket keadaannya masih memprihatinkan. Pemerintah selama ini masih sangat terbatas dalam memberikan perhatian pada program ini. Di satu pihak, kejar paket dianggap dibutuhkan, tetapi semua keadaannya serba kekuarangan. Hidup dan mati kejar paket sangat tergantung pada relawan. Penyelenggara, tutor, dan (Tenaga Lapangan Dikmas (TLD) dalam menjalankan tugas hanya mendapatkan insentif yang sangat kecil atau bahkan tidak mendapatkan.
Pembinaan pemerintah terhadap pelaksanaan kejar paket di tingkat pusat dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Di daerah-daerah pembinaan dilakukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi atau Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Akan tetapi, perhatian pemerintah untuk pendidikan nonformal tidak seperti pendidikan formal yang dilakukan melalui sistem sekolah. Pemerintah belum memberikan perhatian yang cukup pada pelaksanaan pendidikan nonformal.
Mendukung Wajar
Program wajib belajar (wajar) 9 tahun yang dicanangkan oleh pemerintah sangat penting untuk diwujudkan. Namun jika hanya mengandalkan jalur pendidikan sekolah, hal itu akan sulit dilakukan.
Keadaan seperti itu dapat dilihat dari perbandingan SD/MI dan SLTP/MTs. Sebagai contoh dapat dilihat pada perbandingan jumlah sekolah dan siswa antar jenjang pendidikan SD/MI dan SMP/MTs dibe berapan kabupaten dalam laporan statistik.
Data statistik Jawa Tengah dalam Angka Tahun 2002 menujukkan bahwa jumlah lembaga pendidikan formal SMP/MTs tak sebanding dengan jumlah SD/MI. Jumlah SD/MI di Pati mencapai 947 sekolah, sedangkan jumlah SMP/MTs hanya mencapai 188. Demikian pula jumlah siswa dari kedua jenjang pendidikan formal kabupaten Pati. Jumlah siswa SD/MI di sana mencapai 138.836 orang, sedangkan jumlah siswa SMP/ MTs hanya 55.510 orang atau selisih sekitar 83.326 orang.
Di Kabupaten Purworejo, jumlah SD/MI mencapai 651 sekolah, sedangkan jumlah SMP/MTs hanya mencapai 104. Demikian pula jumlah siswa dari kedua jenjang pendidikan formal di Kabupaten Purworejo. Jumlah siswa SD/MI mencapai 89.762 orang, sedangkan jumlah siswa SMP/MTs hanya 39.193 orang atau selisih sekitar 50.569 orang.
Sumber Balitbang Diknas 2000/2001 menunjukkan bahwa secara nasional sasaran pendidikan umur 7 - 12 tahun mencapai 25.857.117 anak. Angka partisipasi murni (APM) berjumlah 24.434.976 anak. Sasaran pendidikan usia 7-12 tahun yang tidak terlayani berjumlah 1.422.141 anak (5,50%).
Sasaran pendidikan umur 13 - 15 tahun berjumlah 13.095.083 anak. Angka partisipasi murni (APM) berjumlah 7.293.961 orang. Sasaran pendidikan usia 13 - 15 tahun yang tidak terlayani mencapai 5.801.122 orang (44,30%).
Dengan kondisi seperti itu, keberhasilan program wajar 9 tahun perlu didukung penyelenggaraan pendidikan nonformal, seperti kejar paket. Pendidikan nonformal dapat mengatasi keterbatasan sekolah.
Pendidikan nonformal dapat diikuti oleh peserta lebih fleksibel, dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa; biaya lebih terjangkau dan waktu penyelenggaraan dapat disesuaikan. Bagi yang bekerja, tidak harus meninggalkan pekerjaannya. Pendidikan nonformal dapat diselenggarakan pada pagi hari, sore atau bahkan malam hari.
Meningkatkan Peran
Pendidikan nonformal melalui Kejar Paket A, B dan C sebenarnya memiliki potensi besar untuk mendukung keberhasilan wajar 9 tahun, namun kenyataan yang ada menunjukkan program kejar paket masih kurang berperan. Jika dibandingkan dengan siswa yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan di atasnya, jumlah yang mengikuti pendidikan kesetaraan dalam kejar paket A, B maupun C masih kecil.
Di Jawa Tengah pada tahun 2001/2002 jumlah siswa SD, MI, dan Kejar Paket A seluruhnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar