PENDIDIKAN AGAMA DI SEKOLAH
Posted by Ketut Blue on 2003-07-17 [ print artikel ini | beritahu teman | dilihat 531 kali ]Pendidikan Agama di Sekolah
Asyanuwadamaha,
Vidya brahmana metyaha
Ceva dhistesmi raksanam
Kayamam madastatha.
Syam viryavattama.
(Manawa Dharmasastra.II.14)
Maksudnya:
Pengetahuan suci (Veda) mendekati seorang Brahmana dan berkata: Aku adalah kekayaan Anda peliharalah aku. Jangan Aku diserahkan kepada mereka yang tidak percaya. Dengan demikian Aku akan menjadi amat kuat.
MASALAH pendidikan agama di sekolah belakangan ini kembali hangat menjadi berita, baik di media massa maupun dalam berbagai diskusi dan seminar-seminar. Munculnya masalah pendidikan agama di sekolah sejak dibahasnya RUU Sistem Pendidikan Nasional oleh DPR-RI untuk mengganti Undang-undang Pendidikan Nasional yang sudah berlaku dari tahun 1989.
Yang banyak menjadi perdebatan saat ini adalah adanya ketentuan dalam RUU Sisdiknas yang sedang dibahas mengenai siswa wajib diajarkan agama oleh guru agama yang seiman dengan siswanya. Hal ini nampaknya sederhana saja. Tetapi banyak pihak yang memasalahkan karena menganggap akan terjadi pengkotak-kotakan generasi muda sejak ia dalam sekolah. Dalam praktik di lapangan sesungguhnya secara umum siswa itu mendapatkan pendidikan agama dari guru yang seagama dengan siswanya. Hal ini umumnya berlaku di sekolah negeri. Sepertinya di sekolah swasta ada siswa yang diajar oleh guru agama yang tidak seagama dengan muridnya. Bahkan guru agama tersebut tidak menganut agama yang diajarkan.
Dalam hal ini sebaiknya dikaji kembali apa yang menjadi tujuan utama diajarkannya agama di sekolah. Kalau tujuannya sekadar untuk mengenal pokok-pokok ajaran agama dapat saja hal itu diajarkan oleh guru dengan tidak memandang agama yang dianut oleh guru tersebut. Tetapi tampaknya tujuan diajarkannya agama di sekolah dari Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi tidak sekadar mengenal agama yang dianut.
Agama diajarkan di sekolah untuk menanamkan nilai-nilai suci agama yang dianut pada diri pribadi peserta didik. Nilai-nilai suci agama yang dianut oleh peserta didik hendaknya menjadi bagian yang integral pada diri pribadi peserta didik. Kalau nilai-nilai suci agama menjadi bagian yang integral dalam diri pribadi peserta didik maka hal itulah yang akan berfungsi untuk meningkatkan kualitas perilaku peserta didik. Nampaknya itulah yang menjadi tujuan diselenggarakannya pendidikan agama di sekolah dari SD sampai perguruan tinggi. Karena itu, memang semestinya murid dan guru agamanya seagama.
Dalam agama Hindu seperti bunyi Sloka Manawa Dharmasastra yang dikutip di atas, Weda seharusnya diajarkan oleh yang memahami Weda dan kepada mereka yang percaya pada Weda. Ini artinya murid dan gurunya harus sama-sama percaya pada Weda. Karena tujuan Weda disabdakan oleh Tuhan ke dunia material ini bukan untuk diperdebatkan, tetapi untuk dijadikan suluh penerang kehidupan agar hidup ini dapat menempuh jalan yang benar. Weda atau agama Hindu harus diajarkan kepada murid atau peserta didik yang percaya kepada Weda. Kalau pengajarnya sendiri bukan penganut Weda misalnya, tentunya tidak mungkin pengajar itu dapat meningkatkan keyakinan muridnya kepada Weda (agama Hindu).
Kalau mata pelajaran agama diajarkan oleh guru/dosen yang tidak menganut agama yang diajarkan akan dapat menggeser agama itu sekadar sebagai ilmu pengetahuan biasa saja. Tentunya ini akan menimbulkan proses sekularisasi agama yang semestinya disakralkan itu. Kalau pendidikan agama di sekolah bukan untuk meningkatkan sradha dan bhakti (iman dan takwa) siswa pada agama yang dianutnya, sebaiknya pendidikan agama tidak usah diselenggarakan di Sekolah Pendidikan Agama diserahkan kepada lembaga keumatan setiap agama. Dalam hal ini negara dapat menjadi fasilitator dan mediatornya secara adil.
Kalau tujuan pendidikan agama untuk meningkatkan sradha dan bhakti siswa kepada agama yang dianutnya maka guru agamanya haruslah guru yang seagama dengan muridnya. Karena mengajarkan agama sangat berbeda dengan mengajarkan ilmu pengetahuan.
Mengajar agama harus dimulai dengan menguatkan keyakinan siswa atau peserta didik kepada agama yang dianutnya. Menguatkan keyakinan peserta didik tidak bisa hanya dengan menyampaikan nasehat-nasehat menurut ajaran agama yang dianutnya. Umumnya mereka akan menutup telinga atas nasehat-nasehat saja. Tetapi akan memuka mata lebar-lebar kalau melihat contoh-contoh yang patut diteladani. Lebih-lebih menyangkut keyakinan. Kalau mungkin, kuatnya keyakinan guru agama kepada Weda itulah sebagai contoh yang paling pas untuk dijadikan dorongan sehingga peserta didik menjadi semakin kuat keyakinannya kepada agama yang dianutnya. Dengan kuatnya keyakinan peserta didik pada agama yang dianutnya hal itu diharapkan menjadi kekuatan untuk meningkatkan kualitas prilakunya baik menyangkut moral maupun daya tahan mental.
* Ketut Gobyah
sumber: BaliPost
http://www.iloveblue.com/bali_gaul_funky/artikel_bali/detail/647.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar